Icon 2292
Apr, 2018

Miracle, Prophecies , and Sciences

Author
admin

Miracle, Prophecies , and Sciences

Apakah benar ada keajaiban di dunia ini? Jawaban saya adalah pasti ada.

Adakah Ajahn Brahm keajaiban ini? No comment.

Selama enam bulan di hutan, pernahkah Ajahn Brahm bertemu dengan non-human being (makhluk bukan manusia)? Ajahn Brahm berhenti sebentar sebelum menjawab, “Ada, saya bertemu dengan kangguru.”

Dalam Buddhisme, tidak diajarkan tentang kekuatan gaib atau membuat keajaiban. Namun, Sang Buddha pernah berkata bahwa terdapat tiga macam keajaiban (miracle) yang dapat diperoleh dari pikiran terlatih. Yang pertama adalah miracle yang terdapat pada pikiran terlatih dari Buddha manussa (manusia Buddha), manusia yang mencapai penerangan sempurna pada kehidupannya sebagai manusia, seperti Buddha sendiri.

Dalam sutta, tertulis bahwa Sang Buddha pernah menunjukkan kesaktian-Nya dengan mengubah langut menjadi tujuh warna yang indah dan memesona, kemudian berjalan di atas sungai tanpa menggunakan apa-apa. Sang Buddha melakukan ini bukan karena ingin menunjukkan kecongkakannya, melainkan Buddha melakukannya dengan welas asih untuk menyadarkan penduduk desa yang pikirannya tersesat karena diajarkan oleh seorang penganut agama sesat. Namun, kemudian Sang Buddha melarang murid-Nya untuk untuk menunjukkan kesaktian yang mereka miliki. Kesaktian ini dapat diperoleh setelah seseorang mencapai jhana-jhana tertentu dalam bermeditasi, misalnya dapat mengetahui kehidupan lampau seseorang, membaca pikiran, menembus dinding, dan lain-lain.

Mengapa Sang Buddha melarang? Karena dengan menunjukkan kesaktian, dapat menimbulkan beragam masalah. Contohnya seperti salah satu insiden yang terjadi pada zaman Sang Buddha. Seorang murid Buddha menyalahgunakan kesaktiannya di desa untuk menunjukkan kehebatan agama Buddha dan kemudian menukarnya dengan makanan atau dana.

Contoh lainnya adalah yang terjadi di Negara Thailand. Di sebuah desa di Thailand, terdapat seorang wanita yang sering bermeditasi. Wanita ini memiliki dua orang putra. Putra sulungnya menjadi guru dan kepala sekolah di desa itu. Setelah wanita itu meninggal dunia, ia terlahir kembali sebagai putri dari putranya yang kedua. Karena kesaktiannya yang masih melekat, ia masih mengingat tentang kehidupannya yang lalu setelah ia dilahirkan. Ia memberitahukan kepada orang tuanya yang sekarang bahwa ia adalah ibunya. Ia juga menceritakan tentang pengalaman-pengalaman mereka yang lalu. Tentu saja dalam waktu yang singkat semua penduduk desa mengetahui tentang kelahiran kembali ini. Pada saat bersekolah, kepala sekolah tidak tahu bagaimana menghadapi muridnya yang dulu merupakan ibunya. Ibunya juga tidak dapat memberi hormat kepada anaknya sebagaimana seorang murid memberi hormat kepada guru.

Berikutnya terdapat cerita dari seorang buddhis. Ia sudah mencapai jhana tertentu dari meditasinya. Ia dapat melihat masa bayinya dan dapat merasakan bau sedap sewaktu masa bayinya. Kemudian ia dapat melihat orang yang selalu menggendong dan menjaganya. Ia melihat wajah itu sangat asing, bukan wajah ibunya. Hal ini membuat ia curiga mengenai asal usulnya. Akhirnya ia bertekad untuk bertanya langsung kepada ibunya. Ia bercerita kepada ibunya tentang apa yang ia ketahui semasa ia masih bayi, tentang wajah seorang wanita yang tidak pernah ia lihat sampai sekarang. Ibunya tersenyum dan berkata, “Kamu terlalu banyak berpikir yang bukan-bukan, wanita itu adalah baby-sitter yang kami upah untuk membantu menjaga kamu selama 4 bulan. Setelah 4 bulan, dia tidak bekerja lagi, karena itu kamu tidak pernah melihat ataupun mengingat tentang dia lagi.”

Bayangkan saja jika para Bhikkhu diizinkan untuk menunjukkan kesaktiannya, sudah pasti banyak orang yang meminta mereka untuk menceritakan tentang masa lalu mereka, meminta ramalan, dan lain-lain.

Miracle kedua adalah miracle yang diperoleh oleh pikiran terlatih dari orang-orang yang bermeditasi. Setelah mencapai jhana pertama, kulitnya, wajahnya, akan terlihat bersinar tanpa memakai kosmetik apapun, kulitnya halus, putih, dan bersih. Jika dia meninggalkan tarikan itu dan melanjutkan meditasinya mencapai jhana kedua, miracle lain akan diperolehnya lagi, seperti mengetahui kejadian pada masa lalu, kehidupan yang lalu, kejadian yang akan datang, dan mendengar suara sejauh manapun. Pada jhana ketiga, dia dapat menunjukkan dirinya dimanapun, membuat satu menjadi seratus, seribu bayangan, menembus gunung dan laut, dan lain-lain. Jika dia juga meninggalkan tarikan-tarikan dari miracle yang diperolehnya ini dan melanjutkan ke jhana keempat, maka dia akan mencapai penerangan sempurna menjadi seorang Arahat yang bebas dari belenggu apapun.

Pengalaman saya sendiri dalam meditasi adalah sewaktu saya masih menjadi mahasiswa. Meditasi pula lah yang membawa saya menuju ajaran Buddha. Seperti yang pernah saya katakan, saya banyak membaca buku, termasuk buku tentang meditasi. Saya selalu bermeditasi sebelum belajar, ini sangat membantu konsentrasi saya. Dengan demikian, pelajaran yang saya pelajari atau hafalkan menjadi lebih mudah untuk saya pahami. Inilah keajaiban pertama yang saya peroleh dalam bermeditasi.

Dalam kehidupan di vihara, terdapat peraturan tidak tertulis di mana biasanya makanan yang lebih baik akan terlebih dahulu diberikan kepada Bhikkhu yang lebih senior. Suatu hari ada seorang penderma yang memberikan sepotong paha ayam ke dapur vihara. Paha ayam ini disajikan di mangkuk Bhikkhu senior di meja makan. Para Bhikkhu berkumpul di ruang makan dan berdiri di samping meja makan untuk berdoa sebelum makan. Setelah selesai berdoa, begitu baru duduk, Bhikkhu senior memanggil salah seorang Bhikkhu junior dan berkata, “Ambillah paha ayam ini dan makanlah kalau kamu memang begitu menginginkannya.”

Ada lagi cerita lain tentang meditasi, ini mengenai pengalaman saya berkhotbah tentang meditasi. Seperti yang pernah saya beritahu tentang pengajaran saya di penjara Australia barat. Pada hari pertama saya mengajar tentang meditasi, hampir seratus persen dari narapidana di penjara itu hadir. Saya sangat gembira karena saya mengira bahwa orang yang berminat pada ajaran Sang Buddha semakin bertambah dan ini adalah suatu tampak positif pada Buddhisme. Pada sesi tanya jawab, mereka serentak bertanya, “Benarkah bermeditasi dapat menembus tembok?” Setelah mendengar penjelasan saya, tampak dengan jelas bahwa mereka semua terlihat kecewa. Pada pelajaran selanjutnya hanya beberapa orang yang hadir. Saya menghampiri petugas penjara dan bertanya mengapa narapidana yang hadir sangat sedikit. Sambil tertawa petugas itu menjawab, “Mereka mengira bahwa mereka dapat belajar meditasi dan melarikan diri dari penjara dengan menembus tembok.” Mendengar penjelasannya, saya menjadi tersenyum.

Miracle jenis ketiga adalah miracle yang diperoleh dari pikiran terlatih melalui pendidikan dan latihan (education and training). Sang Buddha berkata bahwa dengan pendidikan dan latihan dengan kesungguhan, manusia dapat memperoleh miracle yang dapat mengubah kehidupannya. Seperti seorang yang bodoh yang meskipun sudah dididik masih tidak pintar juga. Setelah lama berlatih, dia akan lebih maju walaupun tidak menjadi sepintar apa yang kita harapkan. Miracle jenis ketiga inilah yang Sang Buddha harapkan agar kita mengembangkannya.

Terdapat sebuah kisah nyata mengenai seorang anak yang sangat bodoh di sebuah kampung di Thailand. Dia seperguruan dengan saya, tetapi saya tidak akan mengatakan siapa namanya. Sejak kecil, anak itu begitu bodoh, malas belajar, dan selalu tinggal kelas. Orang tuanya menjadi putus asa dan sudah menjadi tradisi orang Thai untuk membawa anaknya ke vihara untuk dididik para Bhikkhu jika mereka memang sudah angkat tangan, maka tinggallah anak ini di dalam vihara. Para Bhikkhu mengajar anak itu untuk membaca paritta dan menyuruhnya untuk menghafalnya, tetapi paritta terpendek pun sepertinya sulit untuk dia hafalkan. Akhirnya ada seorang Bhikkhu yang menganjurkan untuk mengajarnya bermeditasi. Pertama-pertama, anak itu diajarkan meditasi pernafasan yang paling mudah. Ternyata anak ini sangat mudah menerima ajaran ini dan dia juga suka sekali dengan pelajaran meditasi. Dia sangat rajin berlatih setiap hari dan ternyata tidak lama kemudian, dia berhasil. Mulai dari saat itu, pikirannya mulai terbuka dan tidak sebodoh dulu lagi. Itulah keajaiban yang dikatakan Sang Buddha, keajaiban yang diperoleh dari pendidikan dan latihan. Sekarang anak itu hampir seumuran dengan saya atau bahkan lebih tua dan sekarang dia adalah seorang guru meditasi yang sangat baik.

Selain pendidikan, contoh keajaiban yg terjadi dengan training (latihan) adalah cerita tentang seorang petugas (officer) penjara yang sangat dibenci oleh narapidana. Semasa saya mengajar di penjara, saya mengetahui bahwa di dalam penjara itu ada salah seorang petugas yang sangat dibenci narapidana. Menurut cerita narapidana yang mengikuti kelas saya, petugas ini sangat congkak dan jahat. Salah seorang narapidana itu sangat benci padanya karena dia pernah dipermainkan oleh petugas ini. Menurutnya, setelah dipenjara 3 bulan, istrinya berhasil membujuk seorang teman untuk membawanya menjenguk narapidana ini di penjara. Australia sangat luas, tidak seperti di Singapura, dari suatu tempat ke tempat lain sangat jauh, apalagi ke penjara. Tentu saja di tempat yg sangat asing dan terpencil, jika tidak ada kendaraan sendiri sangat sulit untuk menjenguk ke penjara. Setelah bersusah payah istrinya berhasil ke penjara, mereka tidak bisa saling bertemu. Menurut narapidana itu dan teman-temannya, petugas yang kebetulan bertugas itu sengaja berbuat demikian. Petugas itu tahu istrinya datang menjenguknya dan tahu dia sedang bekerja di bagian barat dari penjara itu. Namun petugas itu sengaja memanggil-manggil dengan radio di bagian timur saja, tentu saja dia tidak mendengar panggilan itu. Pada saat temannya memberitahu, dia segera lari ke ruang pengunjung, tetapi masa berkunjung sudah berakhir. Sejak saat itu, kebenciannya terhadap petugas itu semakin mendalam.

Jadi sewaktu saya memberikan pelajaran tentang cinta kasih terhadap semua makhluk termasuk orang yang kita benci ataupun musuh kita, narapidana ini memprotes. Dia berkata kepada saya bahwa hal itu mudah dilakukan oleh seorang Bhikkhu yang tinggal di vihara seperti saya, tetapi mereka bukan hidup di vihara yang dipenuhi oleh orang-orang yang memiliki cinta kasih, mereka hidup di dunia nyata yang penuh dengan berbagai macam manusia jahat.

Saya katakan padanya bahwa tanggapannya tidak benar, “Jika memang benar kita berniat mengembangkan cinta kasih, hal itu dapat dipupuk dengan latihan. Saya sebagai seorang Bhikkhu tidak boleh bertaruh dengan kamu, tetapi percayalah dengan cinta kasihmu, kamu dapat mengubah petugas yang kamu katakan jahat itu menjadi petugas yang penuh cinta kasih. Saya akan mengajar di sini selama tiga bulan. Jika kamu benar percaya pada Dhamma yang diajarkan Sang Buddha, lakukanlah apa yang saya nasehati untuk mengembangkan cinta kasih ini.” Narapidana itu terdiam, tetapi teman-temannya segera ribut-ribut dan membujuknya untuk membuktikan, ada pula yang bertaruh. Akhirnya dia setuju dan saya menyuruhnya untuk membuat segelas kopi dan memberikan kopi tersebut kepada petugas itu.

Awalnya dia merasa enggan, tetapi akhirnya dia pergi juga. Saya katakan padanya bahwa dia harus membawa kopi yang dia buat sendiri dengan perasaan cinta yg tulus dari hatinya sambil berkata “May whoever drinks this coffee be well and be happy (Semoga siapapun yang meminum kopi ini baik-baik saja dan berbahagia).” Itu bukan mantra atau sejenisnya, tetapi dengan menyebutnya, hati kita dapat lebih konsentrasi, dan menambah percaya diri.

Dia berkata bahwa petugas itu tidak menghiraukan kopinya, seperti tidak melihat adanya kehadiran dia. Saya katakan padanya, “Tidak apa-apa, lanjutkanlah.” Setelah tiga hari, tidak ada perkembangan juga. Saya beritahu padanya lagi bahwa dia harus memberikannya dengan senyuman dan salam, jangan cuma sekadar membawa kopi itu ke mejanya.

Kemudian setelah seminggu, saya tanya perkembangannya. Dia berkata bahwa akhirnya petugas itu memberikan tanggapan, meskipun hanya “Ehm.” begitu saja. Ini juga momen yang langka karena petugas itu terkenal dingin sikapnya.

Saya berkata, “Oke, sekarang kamu tambahkan lagi beberapa potong biskuit untuknya.” Dia sendiri mungkin juga sangat penasaran tentang petugas ini sehingga dia menurut pada apa yang saya katakan. Kemudian dia mengatakan bahwa dia berkata pada petugas itu, “Sir (tuan), ini adalah kopi yang saya buat spesial untukmu. Saya menyuruh orang membeli biskuit ini dari luar, tetapi saya tidak memakannya karena saya ingat untuk menyimpannya untuk kamu.”

Petugas itu untuk pertama kalinya melihat wajahnya dan mengangguk. Setelah beberapa lama lagi, hampir sebulan, narapidana itu dengan hati berbunga-bunga mencariku setelah saya selesai mengajar. Dia berkata, “Bhikkhu, kamu benar, cinta kasih dapat berkembang di mana saja kalau kita memang berniat. Kemarin, untuk pertama kalinya, petugas itu tersenyum padaku sewaktu saya membawakan kopi dan biskuit untuknya. Menurut teman-teman yang lain, dia tidak hanya tersenyum padaku, tetapi juga mengangguk pada narapidana lain yang memberi salam padanya. This is a miracle (Ini adalah sebuah keajaiban).”

Pada hari terakhir saya bertugas mengajar di penjara itu, saya sempat bertanya pada narapidana itu lagi bagaimana perkembangannya. Dia berkata bahwa hasilnya sangat baik, sekarang dia dan petugas itu menjadi banyak bercerita pada satu sama lain.

Saya harap kalian juga sebagai umat Buddhis biasa dapat mengembangkan miracle (keajaiban) dari the third miracle (keajaiban ketiga) yang dikatakan Sang Buddha, yaitu mengembangkan pendidikan kalian, anak-anak kalian, ditambah dengan latihan sesungguh hati. Percayalah, kalian juga akan menemukan keajaiban pada diri kalian sendiri.

Referensi :

http://segenggamdaun.com/2013/08/keajaiban-ramalan...